Minggu, 25 Desember 2011

0:00

Howaaah. Ini memang pengalaman yang langkah. Karena saya terlibat dalam organisasi resmi sekolah, sampai-sampai saya bekerja tidak pada waktu dan seenaknya. Sekedar informasi saja, ini yang dinamakan dengan sekolah sambil bekerja. Anggap saja paruh waktu. Tapi bedanya tidak digaji, hanya mengabdi.

"Oh.."

Tugas yang saya dapat malam itu adalah mengawasi kegiatan diklat PASKAMADA (Pasukan Pengibar Bendera SMADA).

Sebenarnya tidak ada satupun dari atasan saya yang menyuruh saya, tapi mau bagaimana lagi, saya menemani atasan saya yang menginap gratis di ruang OSIS bersama rekan-rekan dari teater Anak Angin.

Acara dimulai sore hari di hari sabtu dan akan berakhir di minggu siang. Pasti melelahkan. Tapi syukurlah bukan saya yang didiklat.

Sore hari sebelum malam harinya, saya coba menggoreng makanan khas Jepang (mungkin) yang disebut Mantau. Ini adalah kue sejenis bakpao terlezat di seluruh rak-rak makanan ringan dalam lemari karatan saya yang kosong.

Tentu saja makanan enak itu tidak direncanakan untuk dimakan bersama, tapi saya berikan ke peserta diklat PASKAMADA. Nampak pengertian bukan? (Bukan.)

Sangking semangatnya buat nemenin dan seterusnya. Tidak terasa perut sudah keroncongan, dan kebetulan sekali dari anak-anak teater yang ikut serta dalam rangka menginap gratis ini membelikan kami makanan. Bisa dibilang ongkos menginap semalam lah.

Mungkin cukup kalau memang dianggap cukup, mungkin kurang kalau dibandingkan dengan makanan dari acara sunatan. Tapi tak apalah. Dua porsi nasi campur untuk sembilan orang (Verdy, Dimas, Oni, Pupus, Bolang, Tyas, saya, Dedew, Hariyadi). Jangan dibayangkan seberapa besarnya porsi makan malam kita ini.

Ditemani lagu-lagu Mocca yang melelapkan lalapan, kita berbanyak orang menemani adik-adik yang sedang dalam segmen gombal Paskamada dari jauh. Karena kelelahan, kita pun menyandarkan diri di atas sebuah lapangan apel sekolah. Bermandikan bintang-bintang super kaya dan gerojokan angin malam yang menerobos paksa pori-pori dan lapisan epitel kulit kami.

Yang kurang pada saat itu hanyalah kasur dan bantal untuk menyangga tulang-tulang kami yang menempel khas di atas lapangan.

Dalam benak saya, "Kapan lagi bisa tidur-tiduran di atas lapangan apel?"

Setelah semua berkumpul, kita pun mencoba menggosipkan hantu-hantu yang sering berkeliaran di dalam sekolah. Dari ruang perpustakaan hingga toilet guru. Dan nyatanya, teman satu penginapan inilah yang menjadi saksi nyata bahwa makhluk halus di sekolah benar-benar ada.

Sangking menariknya cerita yang jarang saya dengar ini, tidak terasa jam digital sekolah yang didapat dari donasi alumnus sudah berada di angka 0:00. Wah, ini keren.


Setelah acara itu, beberapa saat kemudian setelah pulang dari Candil, saya menginjakkan kaki di sekolah pada 0:02. Ini benar-benar keren. 

Kapan lagi saya bisa menikmati jam digital indah yang menampakkan angka 0:00 dan 0:02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar