Kamis, 08 Maret 2012

Crazy Time With NatGeoTus!

Ahahaha. Waktu Gila Bersama NATGEOTUS!!
What is it?
NATGEOTUS adalah kependekan dari National Geographic Onosratus. Bukan berarti kita adalah fauna-fauna yang seringkali menghiasi layar kaca Geografi Nasional, akan tetapi nama ini saya angkat karena bentuk dari properti yang saya gunakan mirip dengan logo NatGeo walau jauh dari kesan mahal dan glamour. Ya, itu adalah kotak sarung bekas yang kami gambari dengan spidol permanen yang seringkali saya gunakan untuk tatoo-tatooan. Yang jelas saya tidak lagi asing dengan spidol permanen.


Senin, 05 Maret 2012

Pemiskinan KORUPTOR


Ups. Mungkin lawakan yang sengaja saya angkat ini akan menjadi suatu opini terberat yang disandang oleh bocah ingusan (ya, saya sering terkena flu) kelas 2 SMA ini. Tapi cobalah ambil positifnya, tidak banyak pelajar yang memikirkan nasib negaranya dibandingkan nasib kucing-kucingnya.

Berita ini baru saya dapatkan saat menonton tvOne dimana bernarasumberkan seorang anggota dewan DPR RI, anggota Komisi III, F-DEMOKRAT. Dan pengacara dari GAYUS TAMBUNAN.

Pemiskinan Koruptor, adalah topik yang diambil oleh acara Apa Kabar Indonesia Malam saat itu. Artinya koruptor-koruptor yang positif menyandang sebagai tahanan atau tersangka akan dimiskinkan secara sengaja oleh negara.

Mungkin langkah ini adalah langkah terbijak dan teranyar yang berani diusulkan. Tapi sayangnya masih berupa opini, belum ditetapkan secara hukum. Dengan ini mungkin calon-calon koruptor akan sejenak berpikir, antara nekat miskin atau mencari uang yang lebih banyak untuk menyogok hukum agar diurungkan untuk dimiskinkan.

"Sepintar-pintarnya POLISI, masih lebih pintar MALING". Semoga kata-kata mutiara itu tidak berlaku di negara ini.

Pemiskinan ini jelas lebih ringan daripada hukuman yang ditetapkan oleh pemerintah Cina. Mereka berani berdiri melawan HAM demi kesejahteraan manusia mereka yang lain. Mereka menetapkan, koruptor yang positif terlibat kasus korupsi, hukuman yang akan didapatkannya adalah hukuman mati. Bayangkan jika Indonesia seperti itu, akan seperti apalagi bangsanya. Dan berapa Kak Seto yang akan hidup untuk membela anak-anak para almarhum koruptor?

Langkah ini jelas terlihat sebagai langkah akhir dari pemberantasan korupsi. Padahal dari semua itu, masih banyak langkah awal yang mungkin belum pernah terpikir untuk dilaksanakan. Seperti apa?

Belakangan saya mendapat ilham dari MetroTv, tepatnya di program Mata Najwa. Dalam program ini MetroTv mengundang Mantan Bupati dari sebuah kota di Indonesia bagian Timur. Si Bapak mempunyai program, semua PNS yang bekerja untuk Kabupaten yang didudukinya wajib menginap semalam atau dua hari di kediaman rakyat mereka yang mempunyai keterbatasan taraf hidup. Dan program itu berhasil direalisasikan. Banyak PNS yang mempunyai ide kreatif dan inovatif untuk mengembangkan daerahnya bersama-sama.

Jika program ini dilakukan di seluruh penjuru Indonesia, mungkin kasta negara kita dan bangsanya akan naik beberapa tingkat. Dan kesenjangan antara pemerintah dan rakyatnya tidak akan terlampau jauh.

Apalagi jika program tersebut dicoba untuk direalisasikan kepada bapak-ibu pejabat negara, anggota dewan, anggota banggar, dan lainnya, minimal mereka menginap selama satu bulan di rumah warga mereka yang miskin berada di wilayah pemilihannya. Selain akan merasakan penderitaan rakyatnya, mereka juga akan mendapat banyak tampungan informasi dan aspirasi. Langsung dari rakyatnya, tidak dengan penghubung atau perantara yang bisa saja memutar balikkan fakta lapangan yang ada.

Betul tidak? Semoga segera terlaksana.

Kembali lagi, negatifnya dari opini yang akan diajukan di gedung DPR ini adalah ketidaktransparanan harta sengketa yang dimiskinkan atau diambil oleh negara. Jika pemerintah tidak baik, bisa saja langkah ini akan menjadi kasus korupsi yang baru. Harta yang diambil ternyata masuk kantong mereka. Ini parah. Memberi solusi dan memperburuk masalah.

Dan lagi, bagaimana dengan nasib keluarga dan anak-anak mereka? Sudah memakan nasi haram, eh harus sengaja dimiskinkan. Mungkin solusinya, dengan ditampung di rumah kerabat mereka, atau bisa ditaruh sementara di rumah rakyat miskin yang mendiami bantar gebang atau apalah. Bukan tega, tapi memang sebanding dengan apa yang mereka perbuat.

Bukankah kasus korupsi adalah kasus HAM juga? Jika para koruptor saat akan dihukum mati mengajukan persoalan HAM, bagaimana dengan nasib rakyat jelata yang HAM-nya terinjak-injak oleh pejabat yang sewenang-wenang mengambil uang rakyat? Mereka egois. Mereka tidak mampu mengerti bangsa.

Astaghfirullah.

Minggu, 04 Maret 2012