Minggu, 10 November 2013

Firasat

Firasat, apa untungnya memiliki firasat? Jika pertanda itu tak bisa merubah apa pun dalam takdir hidup ini.
Firasat, apa gunanya firasat? Jika karenanya hanya membuat ketidaknyamanan.
Firasat, apa hanya firasat yg bisa ku rasa? Jika dia hanya sekelebat dan tak berarti.
Firasat, apa yg kau berikan? Jika aku sendiri tak tahu bagaimana menerimanya.
Firasat, apa kau ditakdirkan untukku?

Tersadar di suatu Minggu pagi, ku belum juga menyelesaikan tugas akuntansiku yg sudah dua minggu yg lalu dosen tugaskan. Terbangun, mengambil senjata yg dulu paling suka ku gunakan namun sekarang terpaksa digunakan, penggaris. Membuat tabel. Satu saja.

Teringat juga film yg sejak tiga minggu lalu tak kunjung selesai ku tonton. Sebuah film garapan beberapa aktris yg menjelma sebagai sutradara. Beberapa, karena film ini diulik dari beberapa cerita pendek yg dibukukan menjadi satu. Karangan Dewi 'Dee' Lestari, Rectoverso.

Masih tersisa setengah durasi lagi.

Dalam potongannya, terdapat Firasat di sana. Diperankan oleh Asmiranda dan Dwi Sasono. Membuatku berpikir, bermasalalu, menyamakan cerita dg apa yg pernah aku alami. 

Sebenarnya firasat ini ditakdirkan untuk apa? Siapa? Jika itu aku, bagaimana aku bisa menggenggamnya?

Sudah sering aku merasakan firasat. Sayangnya selalu bersifat buruk. Firasat akan ketidakenakan hati, kegundahan, kealpaan, ketidakberdayaan. Aku boleh bahagia karenanya? Aku boleh sedih karenanya? Aku wajib bersyukur karenanya.

Kisah firasatku dimulai dari kakekku (Alm.) atau biasa ku sebut "Bapak" sejak kecil. Beliau rela menghampiriku hanya karena aku sendirian di rumah. Beliau berada di utara kotaku, sejam jaraknya. Menurut cerita nenekku yg memang ku sebut "Nenek" sejak kecil, Bapak menangis sedih saat setelah menerima telpon dari ku, anak usia 7 tahun. Baru ku sadari betapa mereka sangat menyayangiku dan ingin terus menjagaku.

Seminggu sebelum kepergiannya, Bapak, aku sangat berkeras hati untuk mengunjunginya, di kota utara itu. Memberanikan tekad untuk segera beranjak, seharusnya aku bisa, seharusnya aku bisa. Andai bisa memutar waktu. Bodoh sekali.

Ya karena aku gagal mengunjungi mereka. Dalam benakku, aku hanya ingin berfoto dg mereka, bertiga. Hanya bertiga. Aku ingin dikecup pipiku oleh kedua pasangan ini. Sederhana saja. Tapi aku tak mampu. Lima hari, empat hari, tiga hari, aku tetap di kotaku. Entah apa yg dulu rasanya sangat menyita waktuku.

Hingga hari menjelang, pagi buta Ibuku mendapat telepon, lupa dari siapa. Mengabarkan bahwa Bapak habis jatuh, tak sadarkan diri. Bergegas berangkat, hanya Ibuku saja. Karena Ayah kerja, aku dan adik-adikku juga sekolah, Selasa.

 Jam 9 pagi, di depan ruang Infotek B, aku mendapat telepon dari Ibu, memberi tahu bahwa Bapak telah tiada. Serasa jatuh berdiri dibuatnya, gemetar dari kaki hingga tumpah air mata. Terbayang segala kenangan, pengorbanan, cinta. 

Sedih, menyesal, karena aku tak mampu berada di sisinya di saat-saat terakhir. Beda dg sambutannya ketika aku baru saja terlahir di dunia. Saat jenazahnya keluar dari masjid, sejenak aku merasa "Kenapa Bapak tidak mempedulikan aku yg berdiri menghadapnya berlalu?"

Aku menyayangimu, merindukanmu, Mr. Soetamin Saelan.

"Firasat ini, tanda rindukah ataukah tanda bahaya?"

Foto lebaran terakhir, Bapak-Nenek dan Kakak Sepupuku, Rizkia Alifa.

Minggu, 27 Oktober 2013

Merantau I

Assalamualaikum wr wb

Hidup merantau sangat menyulitkan, apalagi jauh dari pengawasan orang tua. Mereka hanya bisa percaya dan berdoa agar putranya menjadi orang yg ada dalam setiap doanya. Mampu membawa nama baik keluarga. Dan mengejar ilmu sebaik-baiknya.

Kemandirian dan pintar membawa diri jadi kunci utama. Hal lain yg tak kalah penting adalah cermat memilih rekan, entah rekan main atau pun rekan belajar. Bisa jadi mereka lah yg memperkenalkan kita ke lingkungan yg baik atau buruk. Setidaknya lebih mudah beradaptasi. Tentu bukan hanya kita atau saya yg membutuhkan mereka, namun mereka juga membutuhkan kita. Kita di sini sesama perantau, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Banyak hal berubah, banyak hal berbeda, banyak hal terasa asing dan akhirnya dimasuki juga. Sedikit cerita tentang saya di sini, yg katanya di Jakarta, padahal yg sebenarnya adalah di Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Kita di sini sangat termudahkan dg akses transportasi, kita bisa saja keliling JABODETABEK dg sekali bayar, menaiki KRL. Dari ujung ke ujung bisa kita raih dg mudah dan murah. Cari saja stasiun, nanti dari stasiun tinggal naik angkot atau bajaj atau kopaja atau busway atau taxi atau bahkan jika terlampau dekat, kita hanya perlu berjalan kaki.

Satu bulan lebih berada di sini, bisa dibilang sudah cukup sering naik KRL. Ke Kota Tua (Jakarta Kota), ke Monas-Masjid Istiqlal (Gondangdia/Juanda), ke GBK-Senayan (Sudirman), masih ke situ-situ aja sih. Tapi jelas nggak akan dirasain kalo kita nggak ada di Jakarta. Sejauh ini Jakarta masih ramah terhadap saya. Semoga Allah terus menjaga saya dan lingkungan saya.

Mekanisme naik KRL simpel saja, Stasiun -> Loket -> Sampaikan mau turun di stasiun mana -> bayar tiket -> log in di gate tiket -> tunggu kereta -> naik kereta -> turun kereta -> log out -> tukar tiket.

Jadi tuh kita ada uang jaminan kartu Rp. 5.000,-, jadi harga tiket akan bertambah Rp. 5.000,-. Tapi tenang uang itu juga akan kembali jika kita tukarkan tiket kita. Harga asli naik keretanya sih murah, antara Rp. 2.500,- s.d. Rp. 5.000,-. 

Kalau naik busway, keliling kota Jakarta sepuasnya dengan sekali bayar cuma Rp. 3.500,-. Lebih murah dari bajaj.

Menyenangkan bukan? Kalo mau ditemenin keliling Jakarta, langsung aja mention twitter. Kalo saya sempat, ya saya temani. Anggap saja tour guide.:~

Wait, alasan lain mengapa saya ingin kuliah di luar Jatim ya ini. Saya ingin merasakan, saya ingin cari pengalaman yg lain nggak bisa dapatkan. Konsekuensinya memang berat, pulang ke Lumajang mungkin hanya bisa setahun 2-4 kali. Beda dg mereka yg lebih dekat dg Lumajang. Tapi bukan menyalahkan juga sih, kembali lagi -- ini tentang pilihan.

Sebenarnya ini salah fokus. Tapi nggak apa apa lah, sharing aja. Semoga beruntung. :)




Wassalamualaikum wr wb

Senin, 14 Oktober 2013

Ceritanya Puanjaaang . . . . .

Hai semua! Hai para pembaca yang lebih setia dari pada tukang jualan tahu depan kontrakan. Bagaimana kabar kalian di sana? Baik? Alhamdulillah. Saya juga baik, cuma agak pusing, cuma tenggorokan lagi radang, cuma hidung lagi kesumbet dengan cairan (yaiks!), dan cuma berat badan turun lagi 2 kg. Tapi semua dikemas rapi dengan ucapan syukur, alhamdulillah.

Rasanya udah lama nggak posting blog, udah nggak tau berapa banyak laba-laba yang udah punya cicit, pasti sarang mereka juga meledak luar biasa, hmm I'll count it soon.

Alasan kenapa udah jarang posting adalah (emang sering ya? nggak juga kan? yaudah!) lagi sibuk. Ternyata ngurus studi lebih ribet dari pada ngelurusin rambut orang botak. Kedua, minim gadget pemirsa! Ketersediaan laptop dan internet sangat minim. Ini aja nebeng ke kakak sepupu. Hahaha.

Mau tau cerita saya?

TIDAK -> PINDAH KE TAP LAIN AJA NOOOH!!
IYA -> SILAHKAN MEMBACA~ *emot chibi lagi nungging*

Jadi tuh. Udah.

Ulangi, jadi tuh kan di posting yang lain saya udah cerita keinginan saya buat kuliah di kampus dengan jaket almamater warna kuning. Nah! That's the point! Maksud saya, selama ini bukannya saya sedang setres atau depresi atau makan es krim, tapi lagi cari kuliahan yang lain, yang bisa nerima saya apa adanya. Seperti dia, lah kok. Skip.

Review lagi deh, siapa tau pada banyak yang belum tau. Pengin tau nggak sih? Udah, anggep aja pengin. Sekali-kali nyenengin yang punya blog dong. Oke? Makasih. Sama-sama.

Dari SMA semester ganjil akhir, saya udah tertarik setengah pingsan sama universitas indonesia. (Cerita yang lainnya tentang problema ini bisa dilihat di sana.) Bukannya mau bikin kalian semua kecewa, tapi mau gimana lagi. Dikira saya nggak kecewa? Ya nggak banget sih. Karena emang ini kan dari nilai rapor, nilai yang udah nggak bisa diperjuangin lagi. Kalo adanya itu, ya itu. Ditambah lagi saya juga nggak terlalu menonjol di bidang akademik, kecuali tinggi badan. Jadilah saya ditolak seperempat matang oleh UI. Alhamdulillaaaaaaah. *nangis*

Kesedihan nggak boleh berlarut-larut dong, maka dari itu langkah pertama adalah BELI ES KELAPA MUDA. Dasar! Bikin bete lu! SKIP

Berhubung di sekolah ada persiapan buat wisuda dan malam perpisahan, jadinya saya fokus dulu di kepengurusan ini. Apalagi saya juga menjabat sebagai wakil ketua panitia II. Yaaaak elaaaah. Ya sudahlah, anggap saja ini adalah hiburan termurah buat merapikan serpihan hati ini. Tapi ya gitu, temen-temen yang udah pada di terima di univ masing-masing pada cerita-cerita tentang daftar ulang. Rasanya tuh pengin saya tampar pake tisu.

Setelah acara itu berakhir, barulah saya menata kembali rencana hidup saya mendatang. Datanglah seorang bidadari turun dari bukit, menawarkan untuk menggantikan posisinya di satu lembaga bimbingan belajar terkenal. Saya yang memang dari awal nggak ikut bimbel, tentu kesempatan ini nggak boleh ditolak mateng-mateng. Saya terima bimbelnya, dengan syukur.

Panjang cerita, akhirnya saya daftar juga tes tulis serentak senasional. Jurusan yang saya ambil adalah arsitektur lansekap IPB dan 2 jurusan lainnya yang mm.. saya sengaja lupakan.

Hari pengumuman tiba, saya tidak diterima dengan rentetan kalimat mohon maaf yang hampir sama saat pengumuman jalur undangan. Ya, saya maafkan saja. Mau gimana lagi? Nggak mungkin nangis teriak-teriak di rumah temen, karena waktu itu ngeliatnya bareng Agung (Pend. Kimia - UM) sama Fahmi (Interior - ITS) di rumah Fahmi. Malu dong? Nggak.

Tes STIS juga cuma nyampe di tahap I, psikotesnya gagal. Ya sudahlah.

Daftar SM Unpad, ambil D3 bisnis internasional sama hubungan masyarakat, juga nggak diterima. Ya allah. Alhamdulillaaaah. :9

Mau daftar mandiri UB (Malang), UGM, UI, pada mahal semua dan kesempatan yang disuguhkan kepada saya juga rasanya tidak terlalu besar. Saya lewati saja dengan bismillah. Daripada dipaksain, tekor di biaya pendaftaran sama ongkos berangkat-pulangnya. Kasian.

Dibukalah lagi pendaftaran S1 dan D3 IPB. Yah lumayan lah, dari pada harus nunggu tahun depan. Lihat S1, kayaknya peluangnya dikit banget, per prodi nggak sampe 15. Padahal yang daftar ribuan. Ini namanya buang-buang waktu.

Bismillah daftar yang D3, rupanya kesempatan masih ada. Nggak apa-apalah D3, yang penting IPB dan di luar Jatim. Tes tulisnya sendiri dilaksanakan di Madiun. Sengaja, karena menurut kakak kelas yang udah diterima di D3 IPB juga, yang hingga saat ini belum pernah ditemukan dimana keberadaannya, kalau tes tulisnya di Madiun, kesempatan buat diterima jauh lebih besar. KATANYAA. Saya pilih komunikasi, gizi dan lingkungan.

Ya alhamdulillah saya diterima di KOMUNIKASI D3 IPB. Langsung packing.

Sebelum berangkat ke Bogor untuk keperluan daftar ulang. Saya harus berangkat ke Malang terlebih dahulu untuk ikut tes kebugaran dan wawancara STAN. Dengan bantuan do'a ayah dan ibu, serta segenap rakyat Indonesia, saya lolos tahap verifikasi data dan tes tulis (TPA dan semi-TOEFL).

Tes Tulis, ngisi cuma 1/3 dari total jumlah soal. Karena skor aman adalah lebih dari 1/3 skor total. Sedikit bikin minder karena yang lainnya pada banyakan.

Tes Kebugaran, lari keliling lapangan 6-8 kali. Dan tiap setengah lapangan, saya cuma bisa jalan cepat. Bukan disuruh, sayanya yang nggak kuat. Karena apa? Setelah kejadian yang bodoh, lari di aspal-siang-siang-nggak-pake-alas-kaki, kaki saya mengapal (bahasa apa ya?) dan baru sembuh 3 hari sebelum tes. Jelas saja saya jarang latihan lari.

Tes Wawancara, lebih kepada pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang pertemanan di sekolah dan keaktifan berorganisasi. Saya jawab dengan sungguh-sungguh namun tetap apa adanya, tidak dikurangi tidak juga ditambahi, mungkin dikalikan atau diintegralkan.

Sampailah di Bogor, daftar ulang -> sukses. Jam 8 pagi sampe jam 1 siang di kampus Cilibende.

Minggu selanjutnya ospek. Hari kamis sampe minggu. Dan acaranya asyik banget. Jauh dari kata PER PE LON CO AN. Lebih kepada menghargai bagaimana mahasiswa dibina. Banyak acara talkshow, seminar, persembahan paduan suara, promosi UKM, dan sebagainya. Pokonya jauh dari kata TER SIK SA  DI  A WAL  KU LI AH.

Seninnya langsung masuk dan bla bla bla. Banyak libur sih, karena juga bareng sama hari jadi IPB yang ke-50. Itu mengapa kami disebut dengan "GOLD GENERATION", bukan "GIRL GENERATION", dan bukan pula sebutan nama boy/girl band yang ada. Karena belum ngekos, dan nggak pengin ngekos. Maka saya tinggal sementara di rumah Pakde, lebih deket ke kampus DRAMAGA daripada CILIBENDE, GUNUNG GEDE atau BARANANGSIANG (jangan tanya apa arti dari masing-masing daerah tersebut di atas agak ke kanan).

Berangkat dari rumah jam setengah 6 pagi, pulang kuliah juga pernah jam setengah 6 SORE. Semacam mmm., gitulah. Capek tenaga.

Hari ke-4 kuliah, bebarengan dengan hari pengumuman kelulusan ujian masuk STAN. Berhubung hape saya tidak terlalu smart untuk membaca hasil pengumuman, jadinya saya pinjam iPad kakak.

Jeng

       jeng

              jeng
                                    jeng

treeeet.

SAYA DINYATAKAN LULUS STAN DIPLOMA I SPESIALISASI PAJAK!!! 

Seketika langsung galau. dan memantapkan diri masuk STAN. Bismillah..



Acara terjun payung DIES NATALIS IPB KE-50 di GYMNASIUM kampus DRAMAGA dihadiri 6000an Maba dan Miba, dari D3-S3.

Mengabadikan jaket almamater yang kece dengan kancing yang juga kece, di sela-sela upacara DIES NATALIS IPB KE-50.

Setelah upacara, 3 orang (Anta, Bita, saya) dengan (ada) latar belakang Probolinggo(nya) berfoto bersama di depan Gedung Widya Wisuda, Kampus DRAMGA.

Enam hari kemudian langsung pindah ke Bintaro Sektor V, kampus Ali Wardhana, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
 
Berfoto di depan deretan huruf 'S', 'T', 'A', 'N', minggu sore. Bukan plin plan sih, tapi pilihan.

Berfoto bersama MIANGAS 29 setelah OSPEK STAN 6 hari berlansung. Cerita yang satu ini insyallah di postingan yang berbeda. 


~~~






to be continued.. insyallah..

catatan: ditulis menggunakan MacBook Air kepunyaan kakak kesayangan Rizkia Alifa Fitriani, di kursi ruang tamu kediaman Bapak Dwi Rahmad Muhtaman, Dramaga. Dengan diiringi takbir Idul Adha, sendirian, tengah malam, kangen rumah, kangen yang lagi baca posting ini. SELAMAT MENIKMATI! SEMOGA KALIAN LEGA! Mijon.. mijon.. mijon..

Minggu, 23 Juni 2013

riVer

Mencari lokasi pengambilan gambar yang tidak terlalu menampakkan ke-Lumajang-annya memang agak susah-susah sulit. Tapi jika kita jeli untuk mencari sesuatu yang berbeda bahkan hingga ke pelosok kota, maka kita akan menemukan apa yang kita cari itu. Untuk pertama kalinya keluar dari zona aman, atau sering kami sebut dengan JLT. Semoga ke depan semakin bervariasi dalam mendapatkan lokasi-lokasi yang menarik.

Guess where it is, and tweet us what place it is, @faizsutar @uffasutar. See you!!





 



 


 

Rabu, 08 Mei 2013

Sukma, Ayik and Their Task

Sempet bingung, kenapa juga siswa-siswi kelas X udah disuruh bikin undangan nikah. Dengan foto prewed segala. Yang pelaku nikah dan prewednya harus asli dengan siswa-siswi nya. Ini agak gimana gitu. Dan sosok kali ini adalah Sukma, adik temen saya, bareng pacarnya, Ayik.

Terakhir kali memfoto temen cewek bareng pacarnya itu sewaktu saya di kelas X. Temen saya yang itu dulunya adalah temen SMP, dan sekarang di SMK. Punya pacar yang udah kerja. Gile bener. Beberapa bulan setelah foto couple di sekitar kota Lumajang itu, mereka memilih untuk berpisah. Ini jelas jadi momok buat saya. Apa jangan-jangan karena hasil foto saya yang kurang memuaskan sehingga tengkaran dan berujung putus. Wah, saya parno. Jadinya setelah itu saya agak menghindari memfoto temen-temen yang lagi nggak jomblo.

Dan, saat saya dimintai tolong buat memfoto adik temen saya, saya memulainya dengan berdo'a: Jangan lagi ya Allah.

Ini lah beberapa hasil jepretan langsung dari kamera tersayang, CANON EOS 30D: 55 mm dan software terakreditasi A+++, Photoshop.








Minggu, 21 April 2013

Purple, Line and Umbrella















Percaya enggak percaya, kebanyakan yang kita pake adalah baju lama dan bukan berarti buluk.
Percaya enggak percaya, dengan menggunakan baju lama atau baju dahulu kala, kita bisa hemat dan ramah kepada lingkungan.
Percaya enggak percaya, kalo pinter milih dan nge'pas'in ini itu, dari semula yang males buat dipake jadi pengin buat dipake.
Percaya enggak percaya, semacam bikin tren sendiri di antara tren beli baju mahal bermerek dan sebagainya.
Percaya enggak percaya, asyik juga. Coba kalo enggak percaya. Cari baju nyokap-bokap, kakek-nenek, paklek-budhe, dan lainnya.
Percaya enggak percaya, berani beda dan bikin eksperimen jadi hobi baru.
Percaya enggak percaya, JLT udah jadi tempat terpaksadifavoritkan selama lebih dari 5x galeri.
Percaya enggak percaya, bapak dan ibu di atas adalah abi umi saya. Mirip bukan
Percaya enggak percaya, percaya lah.

Sabtu, 16 Maret 2013

Pandangan Politik, Anak Kader Partai Kece Sekali


Di tahun 2013 ini, bukan jamannya lagi kita menunggu seseorang memberikan sesuatu kepada kita. Akan tetapi bagaimana aksi kita untuk mendapatkannya. Anggap saja sekarang ini adalah masa-masa di mana para remaja sedang galau-galaunya memilih partai politik yang cocok untuk Pemilu 2014 mendatang.

Partai politik tidak bisa kita samakan dengan calon pacar, karena di sini partai politik yang berhasil terverifikasi KPU ada 11, enggak mungkin kita punya calon pacar 11 orang. Lupakan.

Dengan merosotnya kestabilan politik negara kita, wajar jika para remaja bergelimpangan meraung-raung tak karuan. Yang sudah dewasa saja mungkin masih banyak yang bingung mau memantapkan hati di 'pelabuhan' yang mana, apalagi remaja yang rata-rata baru beranjak 17-18 tahun di 2013 ini.

Jika ditanya pendapatnya, mungkin sebagian besar enggan untuk memikirkan pemilu ini. Yang mereka pikirkan mungkin, apa yang mereka pilih belum tentu mampu menampung dan mengemban suara-suara dan harapan-harapan yang mereka berikan kepada partai yang mereka pilih. Bisa saja, mereka berpendapat bahwa memilih atau tidak memilih akan berujung sama, yaitu ketidakpastian.

Yang lebih ekstrim lagi, "Emang hubungannya ParPol sama gue apa?" Kalo temen gue beda sekolah bilang, "Memilih atau tidak, itu akan menggambarkan seberapa tinggi tingkat pendidikan mereka. Kasarnya, yang golput berarti tidak berpendidikan."

Padahal, golput sekalipun adalah sebuah pilihan. Pilihan yang menjerumuskan kepada hal-hal yang bersifat relatif. Baik dan Buruk.

Baik karena mereka telah menentukan pilihannya untuk tidak memilih. Dan buruk karena golput dekat dengan ketidaktertarikan atau ketidakpedulian akan adanya suatu perubahan. 1% pun jika itu meningkat dan lebih baik dari sebelumnya, toh juga masih bisa disebut perubahan.

Kalo gue? Gue orangnya emang sangat care dengan pemberitaan di media massa, utamanya bidang politik dan kenegaraan gitu lah. Mulai dari kasus korupsi, TKI, kriminalitas, bidang-bidang politik, ekonomi, hukum dan sebagainya. Menurut gue, itu adalah hal yang paling menyenangkan di sekian banyak bahasan program TV.

Prinsip gue, "NO DAY, NO NEWS"

Di era modern seperti ini, kita harus proaktif melihat dan mengamati perkembangan jaman. Utamanya bangsa dan negara sendiri.

Kalo orang awam memandang bahwa dari sekian parpol yang ada semuanya jelek, buruk, penuh coretan merah, tidak memuaskan. mengecewakan, penuh dusta dan mendzalimi umat, maka gue akan pilih yang keburukannya paling buruk. Gue tahu kalo semua punya belang, tinggal dilihat aja mana yang belangnya paling banyak.

So, gue pilih PKS. Simpel aja, Partai Kece Sekali. Manusia modern itu di mata gue adalah manusia yang mampu menyeimbangkan antara IMTAQ dan IPTEK, TEKNOLOGI dan ALAM, POLITIK dan SOSIAL, EKONOMI dan HUKUM, KEAMANAN dan PERTAHANAN, dsb. Banyak di antara parpol yang mungkin lebih mementingkan dunianya, tidak diseimbangi dengan kekokohan akan dimensi vertikal.

Kalo emang tertarik dengan PKS, Partai Kece Sekali, mulai sekarang buruan cari-cari informasinya. Sebelum ketinggalan berita dengan yang lain. Atau bisa liat-liat di twitter accountnya (@pkspiyungan, @PKSejahtera).

PKS, presidennya Anies Mata, Soekarno muda.

PEMILU 2014, PILIH NOMOR 3 UNTUK PKS 3 BESAR!!

Selasa, 12 Maret 2013

Batik, Tartan and Orange with Karunia Fibri

Karunia Fibri, lahir di mana, pada tahun kapan. Dia adalah rekan gue sejak bergabung dalam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka tahun 2012-2013 Kabupaten Lumajang. Dia satu kelompok sama gue, pasukan 17, yang notabene pasukan berukuran jangkung atau di atas rata-rata. Dilanjut kita ketemu lagi waktu Pemilihan Duta Wisata Kabupaten. Alhamdulillah kita berdua masuk 20 besar. Hanya sampai di 20 besar. Hmm. Rentetan galeri ini sebenarnya adalah jawaban dari pertanyaan yang sudah sekian lama tak kunjung berbalas. Ya, karena gue sibuk ini itu. Dianya juga ribet sama kegiatannya. Dan alhamdulillah Hari Raya Nyepi ini memberi kita peluang untuk merealisasikan 'mimpi' kita. Ini persembahan dan sesajen gue buat yang ter-amazing di dunia, wonderful, joyful, menyenangkan, penuh tawa, dan membahana bajai, for my awesome bestfriend, Karunia Fibri. Jeng... Jeng... Jeng...



Jeng.... 



Jeng....




3 hari 3 malam...