Tampilkan postingan dengan label Lumajang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lumajang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Januari 2014

Happy New Year 2014 -> R.I.P 2013

Assalamu'alaikum wr wb

HAPPY NEW YEAR!!
2014

Posting pertama di tahun 2014. Apa kabar? Pasti baik-baik saja. Mungkin beberapa dari pembaca terhormat ini hatinya sedikit retak oleh hal-hal itu saja. Beralihlah dari hal yang membosankan! 2014 jadi awal yang baru, awali dengan hal baik. Tinggalkan kemuramdurjaan, setidaknya untuk minggu pertama saja. Setelah itu, SIAPA YANG PEDULI? Bukan saya.

Buat resolusi yang realistis untuk diwujudkan di tahun 2014 ini. Diawali dengan kata-kata semoga:
1. sehat selalu, diberi keselamatan, terjaga dari kerugian.
2. semangat terus untuk menuntut ilmu.
3. hidup teratur, tidur teratur, makan teratur, mandi teratur (ups).
4. terhindar dari kantuk saat kuliah.
5. nilai IPK >3,5 (Amiiin..)
6. tetap rendah hati.
7. makin supel, dan hal baik lainnya.
8. lulus kuliah di bulan OKTOBER 2014 mendatang.

AMIIIIIN...

Yaa.. kalau boleh tahu sedikit (bukan berarti kepo) kalian habiskan untuk apa malam pergantian tahun baru kalian? Semoga mengesankan. Sedikit berbagi cerita (yaa namanya juga blog saya, YA TERSERAH SAYA), saya tahun baru ini menghabiskan malam pergantian tahun bersama rekan-rekan kelas 1E D1 Perpajakan (TAX1E) di rumah salah satu rekan yang tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Mereka adalah Leci (Pacitan), Nina (Yogyakarta), Aggil (Jakarta), Cakra (Jakarta), Yuda (Magelang) dan Ariz (Bandung). Kita diundang secara khusus dan eksklusif oleh sang penghuni rumah, Ichi. Mengesankan. bukan? Bukan.

Di kelilingi riyuhnya kembang api dari petang hingga pukul 00.00 WIB rupanya agak sedikit membuat parno dan kaget orang kampung seperti saya (nggak juga). Tapi yang jelas, pastinya juga seneng. Di Lumajang mana ada? Ada. Kebetulan kita menginap di lantai tiga, jadi bisa dengan bebas memandang Jakarta malam penuh asap dan cahaya warna-warni. Tak lupa diisi dengan acara bakar-bakar jagung. Yummy!

Pemandangan Jakarta sebelah Tanjung Priok yang penuh atap rumah, asap, dan warna-warni kembang api. 

Dari kiri: saya, Yuda, Cakra, Ichi, Aggil, Leci, Nina. Begitu bahagia.

The Girls. Sebenernya ada 5, hanya saja yang 2 (Nita dan Ica) sedang punya acara sendiri.

The Boys dengan muka agak sedikit dibego-begoin. They called it "Ndelahom".

Sama seperti caption yang di atas-atas, hanya bertambah 2 orang, yakni pacarnya Ichi, Ricko, dan yang berkemeja hitam, Ariz.

Acara membakar jagung, seperti biasa saya hanya berkontribusi untuk mengonsumsinya saja.

Selain mngonsumsi, saya juga ahli dalam menonton (menginspeksi).

Makan malam, ada sendok, piring, nasi uduk kuning, mie bihun, ayam goreng, semur jengkol (kedua kalinya makan jengkol dan belum bisa terbiasa), sambal kacang dan sambal kecap. 


Mereka yang mnghabiskan malam dengan bermain kartu remi, selalu kurang faham dengan jalan pikiran mereka. Btw, congratulations! Foto ini dijepret pada pukul 04.37 pagi saat saya terbangun karena gigitan nyamuk pada leher, kaki, tangan, telinga, muka dan beberapa ingin masuk hidung.


Terbangun, lalu tidur lagi, lalu bangun jam 9.00 pagi.


Mumpung yang punya rumah kayaknya masih bobok, foto duluu.. 


"Haloo, nama aku Aqila. Orang rumah biasanya manggil aku 'Neng..'. Aku keponakannya tante Ichi. Walau aku KEPOnakan, tapi nggak KEPO kok. Aku lucu, imut, suka ngeliat kaca, 'ginak-ginuk', suka sama temen-temen cowok tante Ichi. Aku suka banget difotoin sama Om Faiz." - Neng Aqila dalam perkiraan kayaknya-dia-ngomong-gitu.
NB: sebenernya lebih suka dipanggil Paman dari pada Om Faiz.

Minggu, 10 November 2013

Firasat

Firasat, apa untungnya memiliki firasat? Jika pertanda itu tak bisa merubah apa pun dalam takdir hidup ini.
Firasat, apa gunanya firasat? Jika karenanya hanya membuat ketidaknyamanan.
Firasat, apa hanya firasat yg bisa ku rasa? Jika dia hanya sekelebat dan tak berarti.
Firasat, apa yg kau berikan? Jika aku sendiri tak tahu bagaimana menerimanya.
Firasat, apa kau ditakdirkan untukku?

Tersadar di suatu Minggu pagi, ku belum juga menyelesaikan tugas akuntansiku yg sudah dua minggu yg lalu dosen tugaskan. Terbangun, mengambil senjata yg dulu paling suka ku gunakan namun sekarang terpaksa digunakan, penggaris. Membuat tabel. Satu saja.

Teringat juga film yg sejak tiga minggu lalu tak kunjung selesai ku tonton. Sebuah film garapan beberapa aktris yg menjelma sebagai sutradara. Beberapa, karena film ini diulik dari beberapa cerita pendek yg dibukukan menjadi satu. Karangan Dewi 'Dee' Lestari, Rectoverso.

Masih tersisa setengah durasi lagi.

Dalam potongannya, terdapat Firasat di sana. Diperankan oleh Asmiranda dan Dwi Sasono. Membuatku berpikir, bermasalalu, menyamakan cerita dg apa yg pernah aku alami. 

Sebenarnya firasat ini ditakdirkan untuk apa? Siapa? Jika itu aku, bagaimana aku bisa menggenggamnya?

Sudah sering aku merasakan firasat. Sayangnya selalu bersifat buruk. Firasat akan ketidakenakan hati, kegundahan, kealpaan, ketidakberdayaan. Aku boleh bahagia karenanya? Aku boleh sedih karenanya? Aku wajib bersyukur karenanya.

Kisah firasatku dimulai dari kakekku (Alm.) atau biasa ku sebut "Bapak" sejak kecil. Beliau rela menghampiriku hanya karena aku sendirian di rumah. Beliau berada di utara kotaku, sejam jaraknya. Menurut cerita nenekku yg memang ku sebut "Nenek" sejak kecil, Bapak menangis sedih saat setelah menerima telpon dari ku, anak usia 7 tahun. Baru ku sadari betapa mereka sangat menyayangiku dan ingin terus menjagaku.

Seminggu sebelum kepergiannya, Bapak, aku sangat berkeras hati untuk mengunjunginya, di kota utara itu. Memberanikan tekad untuk segera beranjak, seharusnya aku bisa, seharusnya aku bisa. Andai bisa memutar waktu. Bodoh sekali.

Ya karena aku gagal mengunjungi mereka. Dalam benakku, aku hanya ingin berfoto dg mereka, bertiga. Hanya bertiga. Aku ingin dikecup pipiku oleh kedua pasangan ini. Sederhana saja. Tapi aku tak mampu. Lima hari, empat hari, tiga hari, aku tetap di kotaku. Entah apa yg dulu rasanya sangat menyita waktuku.

Hingga hari menjelang, pagi buta Ibuku mendapat telepon, lupa dari siapa. Mengabarkan bahwa Bapak habis jatuh, tak sadarkan diri. Bergegas berangkat, hanya Ibuku saja. Karena Ayah kerja, aku dan adik-adikku juga sekolah, Selasa.

 Jam 9 pagi, di depan ruang Infotek B, aku mendapat telepon dari Ibu, memberi tahu bahwa Bapak telah tiada. Serasa jatuh berdiri dibuatnya, gemetar dari kaki hingga tumpah air mata. Terbayang segala kenangan, pengorbanan, cinta. 

Sedih, menyesal, karena aku tak mampu berada di sisinya di saat-saat terakhir. Beda dg sambutannya ketika aku baru saja terlahir di dunia. Saat jenazahnya keluar dari masjid, sejenak aku merasa "Kenapa Bapak tidak mempedulikan aku yg berdiri menghadapnya berlalu?"

Aku menyayangimu, merindukanmu, Mr. Soetamin Saelan.

"Firasat ini, tanda rindukah ataukah tanda bahaya?"

Foto lebaran terakhir, Bapak-Nenek dan Kakak Sepupuku, Rizkia Alifa.

Minggu, 23 Juni 2013

riVer

Mencari lokasi pengambilan gambar yang tidak terlalu menampakkan ke-Lumajang-annya memang agak susah-susah sulit. Tapi jika kita jeli untuk mencari sesuatu yang berbeda bahkan hingga ke pelosok kota, maka kita akan menemukan apa yang kita cari itu. Untuk pertama kalinya keluar dari zona aman, atau sering kami sebut dengan JLT. Semoga ke depan semakin bervariasi dalam mendapatkan lokasi-lokasi yang menarik.

Guess where it is, and tweet us what place it is, @faizsutar @uffasutar. See you!!