Hari itu saya lupa hari apa (penyakit lama deh). Hari dimana saya bingung akan arah dan tujuan saya berkeliaran di dalam sekolah untuk apa. Kegiatan Classmeeting cukup membuat pusing kepala. Menata drawing di malam-malam kelam. Mengucapkan acak-acak yang telah saya buat dengan pasti. Dan meratapi malu saat semua itu salah total.
Di malam itu saya tiba-tiba tidak bisa tertidur. Memikirkan hal-hal yang kadang tidak terlalu mendesak untuk dipikirkan. Memikirkan bagaimana nasib hobi fotografi saya selanjutnya. Saya terlalu sibuk di dalam organisasi dan lebih memilih untuk menomersekiankan fotografi saya.
Memaksa tidur dan tidur memaksa. ZzzzZz..
Keesokan harinya tiba-tiba saya tertarik untuk menemui rekan fotografi saya, kaka kelas saya, IP. Saya menanyakan dan menawarkan banyak hal kepada dia. Mulai dari nasib kameranya sudah seperti apa. Bagaimana pendapatnya tentang classmeeting (saya lupa apalagi). Hingga mengintrogasi butik online-nya yang sepertinya menarik.
Saya menawarkan diri dengan seksama, bagaimana jika baju-baju yang dia jual saya pasarkan via foto. Telen dari saya (bukan 100% saya) dan piranti wardrobe dari butik dia. Tapi entah lah, sepertinya jadi agak kurang menarik.
Tiba-tiba dia menodong saya dengan sebuah statement yang tidak sering bisa saya dengar. Dia mengabarkan bahwa dia sekarang ini juga menjual barang mahal, BlackBerry.
Wow! Saya terpesona.
Dia mempromosikan produknya dengan ringan dan mudah saya cerna. Saya tertarik dan sepertinya usaha ini cukup menguntungkan. Cukup menutupi hutang di kantin kejujuran OSIS saya. Cukup menambah pundi-pundi uang saku. Cukup untuk membeli ini itu. Dan semua itu cukup.
Orang hebat adalah mereka yang berani berniat cukup di tengah kekurangan.
Bussed.
Di situlah saya memulai membanting otak, melemparkannya ke tembok Berlin, memeras sari-sarinya dan akhirnya saya tahu jawabannya.
Awalnya mungkin mengirimkan pesan singkat elektronik kepada semua kontak nomer telepon genggam yang saya punya. Dengan agak tidak percaya mereka menerima pesan saya yang berisikan menjual BB dengan harga READY STOCK dan PRE-ORDER. Tanggapan mereka, "Sejak kapan?", "Beneran?", dll.
Ya saya mengerti itu, saya sendiri juga tidak percaya saya mengirimkan pesan 'menjual' itu begitu banyak dan brutal memperkaya. Tidak tua, tidak muda. Tidak wanita, tidak waria. Tidak guru, tidak murid. Semua saya jabanin.
Kedua saya mulai mencari inovasi untuk mem-posting-nya via facebook. Mungkin facebook bisa menjamin publikasi gratis ini dengan cukup cantik. Tag-tag-tagging ke beberapa rekan yang saya kenal di friend list. Dan tanggapannya juga beragam.
Ada yang mengomentari "Kemarin, Kakakku ngambil yang BM nggak sampai 1 juta.", "Sorry bro, aku baru kemarin ngambil android.", "Aku anti BB.", dll. Walau agak menjlebkan diri. Tapi saya terima.
Ketiga, saya posting harga-harga per itemnya via blog. Agak menyingkir dari isi utama blog saya memang, tapi tak apalah. Mengerti atau tidak, itu urusan mereka. Toh hinggak kini saya tak kunjung menerima pesan singkat dari nomer telepon yang saya cantumkan di sudut sana.
Keempat, akhirnya saya print out daftar harganya, saya sebar dari mulut ke mulut (bukan ciuman) dan saya pasang di koperasi rumah.
Alhamdulillah perlahan tapi pasti usaha ini mulali berkembang. Walau sedikit tapi asik dan berisik.
Memaksa tidur dan tidur memaksa. ZzzzZz..
Keesokan harinya tiba-tiba saya tertarik untuk menemui rekan fotografi saya, kaka kelas saya, IP. Saya menanyakan dan menawarkan banyak hal kepada dia. Mulai dari nasib kameranya sudah seperti apa. Bagaimana pendapatnya tentang classmeeting (saya lupa apalagi). Hingga mengintrogasi butik online-nya yang sepertinya menarik.
Saya menawarkan diri dengan seksama, bagaimana jika baju-baju yang dia jual saya pasarkan via foto. Telen dari saya (bukan 100% saya) dan piranti wardrobe dari butik dia. Tapi entah lah, sepertinya jadi agak kurang menarik.
Tiba-tiba dia menodong saya dengan sebuah statement yang tidak sering bisa saya dengar. Dia mengabarkan bahwa dia sekarang ini juga menjual barang mahal, BlackBerry.
Wow! Saya terpesona.
Dia mempromosikan produknya dengan ringan dan mudah saya cerna. Saya tertarik dan sepertinya usaha ini cukup menguntungkan. Cukup menutupi hutang di kantin kejujuran OSIS saya. Cukup menambah pundi-pundi uang saku. Cukup untuk membeli ini itu. Dan semua itu cukup.
Orang hebat adalah mereka yang berani berniat cukup di tengah kekurangan.
Bussed.
Di situlah saya memulai membanting otak, melemparkannya ke tembok Berlin, memeras sari-sarinya dan akhirnya saya tahu jawabannya.
Awalnya mungkin mengirimkan pesan singkat elektronik kepada semua kontak nomer telepon genggam yang saya punya. Dengan agak tidak percaya mereka menerima pesan saya yang berisikan menjual BB dengan harga READY STOCK dan PRE-ORDER. Tanggapan mereka, "Sejak kapan?", "Beneran?", dll.
Ya saya mengerti itu, saya sendiri juga tidak percaya saya mengirimkan pesan 'menjual' itu begitu banyak dan brutal memperkaya. Tidak tua, tidak muda. Tidak wanita, tidak waria. Tidak guru, tidak murid. Semua saya jabanin.
Kedua saya mulai mencari inovasi untuk mem-posting-nya via facebook. Mungkin facebook bisa menjamin publikasi gratis ini dengan cukup cantik. Tag-tag-tagging ke beberapa rekan yang saya kenal di friend list. Dan tanggapannya juga beragam.
Ada yang mengomentari "Kemarin, Kakakku ngambil yang BM nggak sampai 1 juta.", "Sorry bro, aku baru kemarin ngambil android.", "Aku anti BB.", dll. Walau agak menjlebkan diri. Tapi saya terima.
Ketiga, saya posting harga-harga per itemnya via blog. Agak menyingkir dari isi utama blog saya memang, tapi tak apalah. Mengerti atau tidak, itu urusan mereka. Toh hinggak kini saya tak kunjung menerima pesan singkat dari nomer telepon yang saya cantumkan di sudut sana.
Keempat, akhirnya saya print out daftar harganya, saya sebar dari mulut ke mulut (bukan ciuman) dan saya pasang di koperasi rumah.
Alhamdulillah perlahan tapi pasti usaha ini mulali berkembang. Walau sedikit tapi asik dan berisik.